Apakah di tahun 2025 ini kita sedang menuju krisis moneter?
Bagaimana dampaknya terhadap tabungan dan biaya hidup kita?
Apakah nilai Rupiah akan terus melemah?
Bagaimana cara melindungi diri dari ketidakpastian ekonomi?
Pertanyaan-pertanyaan ini semakin sering terdengar di tengah masyarakat ketika tanda-tanda ketidakstabilan ekonomi mulai terlihat. Krisis moneter menjadi momok yang mengkhawatirkan karena dampaknya merambah ke berbagai aspek kehidupan, mulai dari kenaikan harga barang kebutuhan pokok hingga sulitnya akses kredit dan investasi.
Krisis moneter sendiri terjadi ketika nilai mata uang domestik mengalami penurunan drastis terhadap mata uang asing, menyebabkan inflasi tinggi, daya beli masyarakat melemah, dan pertumbuhan ekonomi melambat. Dalam kondisi ini, stabilitas keuangan negara terguncang, dan masyarakat dari berbagai lapisan merasakan dampaknya secara langsung.
Fenomena ini bukanlah hal baru. Sejarah mencatat bagaimana krisis moneter tahun 1997-1998 di Indonesia menyebabkan gejolak besar di sektor ekonomi dan sosial. Nilai Rupiah anjlok dari Rp2.600 per dolar AS menjadi lebih dari Rp16.000 per dolar AS, menyebabkan harga-harga melambung tinggi dan banyak perusahaan gulung tikar.
Saat ini, dengan ketidakpastian global, fluktuasi nilai tukar, dan tekanan inflasi, kekhawatiran serupa mulai muncul kembali. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami penyebab krisis moneter, tanda-tanda awalnya, dan langkah-langkah yang bisa diambil untuk menghadapinya.
Apa yang bisa kita lakukan?
Mengawasi kondisi ekonomi global dan nasional, mendiversifikasi aset, serta memiliki cadangan dana darurat adalah beberapa langkah yang dapat membantu melindungi diri dari dampak krisis. Kesadaran dan kesiapan menjadi kunci untuk menghadapi masa-masa sulit yang mungkin datang di masa depan.
Saat ini, tidak ada indikasi kuat bahwa Indonesia akan mengalami krisis moneter dalam waktu dekat. Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2025 berada dalam kisaran 4,7–5,5% year-on-year (yoy), didorong oleh peningkatan investasi, terutama di sektor non-bangunan. Namun, BI menekankan pentingnya mendorong konsumsi rumah tangga untuk menopang permintaan domestik. BANK INDONESIA
Meskipun ekonomi global diprediksi melambat pada tahun 2025,
Indonesia diperkirakan mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,1%,
sebagaimana diproyeksikan oleh International Monetary Fund (IMF). Namun,
inflasi di negara berkembang, termasuk Indonesia, diprediksi tetap lebih tinggi
dibandingkan negara maju, mencerminkan tantangan struktural di sektor harga
energi dan pangan. KOMPAS.COM
Bank Indonesia juga telah menurunkan suku bunga acuan
menjadi 5,75% untuk mendorong pemulihan ekonomi. Kebijakan ini diharapkan dapat
memberikan dampak positif pada sektor riil, meskipun diperlukan sinergi antara
kebijakan moneter, fiskal, dan struktural untuk mencapai pertumbuhan yang
inklusif dan berkelanjutan. TEMPO
Namun, terdapat beberapa tantangan yang perlu diwaspadai.
Kebijakan ekonomi Amerika Serikat pasca terpilihnya kembali Donald Trump,
seperti tarif perdagangan yang tinggi, dapat menyebabkan perang dagang,
disrupsi rantai pasok, serta fragmentasi ekonomi dan keuangan. KOMPAS.COM
Selain itu,
ketidakpastian global lainnya, seperti konflik geopolitik dan perubahan
kebijakan di negara-negara maju, dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia. REUTERS